Legenda Putri Andam Dewi
LEGENDA
PUTRI ANDAM DEWI
Desa Lobutua di kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli
Tengah menyimpan banyak misteri sejarah yang perlu diteliti dengan baik guna
mengungkap keberadaan Sejarah yang terpendam disana yang merupakan Aset Bangsa
Indonesia.
Salah satu Aset tersebut adalah “Cerita Rakyat” Legenda
Putri Andam Dewi yang berkembang dari mulut ke mulut ditengah-tengah
masyarakat. Legenda Putri Andam Dewi mengisahkan sebuah cerita konon kabarnya
di Lobutua sekitar Ratusan Tahun bahkan Ribuan Tahun yang silam berdiri sebuah
Kerajaan yang dipimpin oleh Seorang Raja bijaksana dengan pusat pemerintahan di
Lobutua (Perkampungan yang tua) yang berada di pinggir Pantai Barat Sumatera
dan berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Lobutua sebagai pusat Pemerintahan dan sekaligus
merupakan Bandar Pelabuhan yang strategis karena berada di Pantai Barat
Sumatera sehingga sering dikunjungi oleh Kapal-kapal besar dari Persia Arab,
India, china, dan Portugis untuk mengangkut barang rempah-rempah seperti Kapur
Barus (champer), kemenyaan, cengkeh dan rempah lain yang di barter (ditukar)
dengan barang-barang lain yang di butuhkan Rakyat, sehingga rakyatnya sejahtera
karena merupakan pusat perdagangan dan Bandar Pelabuhan yang sering disinggahi
kapal dari dalam dan luar Negeri.
Disamping kepemimpinan Raja memerintah dengan Arif dan
Bijaksana serta di dukung dengan kesejahteraan rakyat yang baik dan keamanan
yang terjamin sehingga kerejaannya termasuk keseluruh Dunia.
Raja mempunyai seorang Putri yang sangat Cantik dan Rupawan
yang diberi nama Putri Andam Dewi satu-satunya sebagai penerus tahta kerajaan.
Putri Andam Dewi sebagai Putri Mahkota yang sangatcantik
dan rupawan juga berbudi bahasa yang lemah lembut dan selalu menolong orang
yang kesusahan sehingga semakin lengkaplah kemashuranya dimata Rakat dan
Kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya.
Tetepi Kerajan tersebut di suatu saat ditimpa marabahaya
yang menghancurkan seluruh kehidupan masyarakatnya.
Hal itu disebabkan seekor Burung Garuda berkepala tujuh
yang sangat besar ganas dan buas menerkam dan memakan setiap manusia yang iya
jumpai, sehingga banyak manusia yang korban santapan dari burung tersebut.
Menurut ceritanya Burung Garuda tersebut mempunyai tujuh
kepala namun hanya satu kepala asli yang dapat memakan dan menelan mangsanya
sedangkan enam kepala siluman hanya
berfungsi sebagai pembantu kepala asli untuk membunuh mangsa-mangsanya. Karena
besarnya Burung Garuda tersebut, jika terbang di udara dapat membuat sebagian
wilayah Kerajaan itu menjadi gelap karena sayapnya yang lebar menutupi cahaya
matahari.
Burung Garuda setiap harinya memangsa manusia yang dia
jumpai sehingga manusia banyak korban dan tidak berani keluar rumah. Jika
Burung Garuda melihat kepulan asap dari api burung tersebut terus keluar dari
persembunyiannya, karena asap api merupakan
pertanda baginya bahwa ditempat itu ada manusia sebagai mangsa.
Karena peristiwa Burung Garuda tersebut sangat lama
sehingga manusia banyak yang korban
termasuk Raja sebagai Pemimpin Kerajaan turut tewas di terkam Burung
Garuda tersebut sehingga rakyat tidak terkendali dengan baik, Sehingga rakyat
pindah berbondong-bondong kedaerah lain untuk mencari perlindungan dan
keselamatan.
Akhirnya Lobutua sebagai pusat kerjaan sepi tanpa ada
penduduk yang tinggal hanyalah Putri Andam Dewi dan seorang inang Pengasuh yang
sudah tua. Inang Pengasuh bemaksud untuk menyelamatkan Putri Andam Dewi sebagai
penerus Tahta Kerajaan untuk melanjutkan kerajaan itu kelak. Inang Pengasuh
berangkat mencari bantuan, tetapi sebelum berangkat Inang Pengasuh membacakan
mantera-manteranya dan menyihir Putri Andam Dewi menjadi manusia yang sangat
kecil dan memasukkannya kedalam lobang pahatan tiang (bahasa batak disebut
Partuhilan ni Tiang) sehingga aman dari gangguan Burung Garuda.
Inang Pengasuh berangkat mencari bantuan dengan
menjunjung kuali yang besar sebagai perlindungan dan persembunyian agar Burung
Garuda tidak melihat dan memperhatikannya.
Tanpa ada berita seorang pemuda yang Tampan dan berwibawa
dan juga keturunan Raja dari bagian barat wilayah tersebut Bermaksud
mengunjungi pamannya yang memimpin Kerajaan di Lobutua Pemuda tersebut bernama
SUTAN BAMBANG PATUANAN dia merasakan ada kelainan dalam Nalurinya bahwa
Pamannya di timpah bencana, Sehingga dia berangkat menuju Timur dengan membawa
sebuah Pedang yang disebut Podang
Marungut ungut atau Pedang bersungut-sungut disebut demikian karena apabila
Pedang ditarik dari sarung pembungkusnya pedang tersebut mengeluarkan bunyi
bersungut-sungut sebelum mengenai sasarannya
Akhirnya Sutan Bambang
Patuanan sampai di Lobutua tempat Pamannya berkuasa, namun tidak seorangpun
yang dapat ditemui karena Lobutua sudah kosong penghuninya, dalam pikirannya
timbul pertanyaan apa gerangan yang terjadi di negeri ini? Seorang manusia pun
tidak ada yang bias dijumpai.
Pada saat dia berfikir demikian, tiba-tiba dia melihat
sebuah kuali yang besar tertelungkup bergerak berjalan kemudian berhenti dan
begitu seterusnya, dia heran mengapa kuali dapat bergerak kesana kemari lalu
dia mendekatinya dan membalikkan kuali tersebut, sehingga Nampak olehnya
seorang ibu tua sebagai Inang Pengasuh di Kerajaan bersembunyi di bawah kuali
tersebut, lalu Sutan Bambang bertanya apa yang terjadi di negeri ini?
Inang Pengasuh menceritakan semua yang terjadi bahwa
negeri ini sudah di kalahkan seekor Burung Garuda dan Raja sudah tewas di
terkam Burung Garuda semua penduduk yang tersisah pindah kedaerah lain mencari
keselamatan yang tinggal hanyalah Inang Pengasuh bersama Tuan Putri yakni Putri
Andam Dewi, itupun harus dimasukkan kedalam lobang Pahatan Tiang
Sutan Bambang Patuanan berniat membunuh Burung Garuda
sehingga dia mengajak Inang Pengasuh untuk menemui Putri Andam Dewi untuk
mengetahui apakah iya masih sehat. Sutan Bambang Patuanan mengambil sehelai
sirih dan mencampurnya dengan kapur sirih kemudian dikunyah lumat-lumat sambil
membaca mentera kemudian menyemburkannya kedalam lobang Pahatan Tiang tempat
tuan Putri di sembunyikan.
Lalu Sutan Bambang Patuanan melihat Putri Andam Dewi yang
cantik keluar dari lobang persembunyiannya dan menjelma kembali sebagai manusia
biasa, kemudian menyembunyikannya dengan Inang Pengasuh keatas rumah
Sutan Bambang Patuanan mengatur cara bagaimana untuk
membunuh Burung Garuda, kemudian memasang tiga tungku yakni dua tungku dari
batu dan satulagi tungkuh dengan menggunakan kakinya sendiri. Setelah tungku
siap di pasang dia meletakkan kuali diatas tungku tersebut serta membuat api
dan memasak air sambil membacakan mantera-manteranya dengan memegang podang
marungut-ungut di tangan kanannya.
Semakin api membesar nampaklah asap mengepul ke udara
menandakan bahwa manusia masih ada disana.
Disaat membca mantera-manteranya dan api sudah membesar serta asap sudah
mengepul datang seekor burung yang disebut Burung Patia Raja sebagai penghubung
antara Bambang Patuanan dengan Dewa Penyelamat melalui Burung Patia Raja Dewa
penyelamat memberi petunjuk bagaimana cara mengalahkan Burung Garuda.
Burung Garuda bisa dikalahkan nantinya selama tujuh hari
dengan menggunakan podang marungut-ungut serta menggunakan asap api sebagai
pancingan untuk mengambil perhatian Burung Garuda.
Setelah petunjuk diterima dari dewa, besoknya diadakan
pelaksanaan untuk membunuh Burung Garuda. Pada hari pertama dilaksanakan
perlawanan, Bambang Patuan memasang tungku dan api dinyalahkan, dia telah siap
dengan memegang pedang marungut-ungut di tangan kanan. Saat asap mulai mengepul
ke udara, dari kejauhan nampaklah oleh Burung Garuda asap api tersebut. Burung
Garuda memperkirakan ada manusia sebagai santapan sehingga burung tersebut
terbang mengitari darimana sumber asap tersebut datang.
Pengintaian yang dilakukan oleh Burung Garuda berhasil ia
menemukan seorang manusia sedang membuat api, kesempatan itu tidak di siasiakan
oleh Burung Garuda dan langsung terbang menerkam kearah Sutan Bambang Patuanan
sehingga terjadilah perlawanan yang sengit, saling menyerang dan saling
membunuh. Sutan Bambang Patuanan dengan gagah berani dan lincah berhasil
menebas satu kepala siluman Burung itu dengan putus.
Akibat tebasan pedang marungut-ungut dari Sutan Bambang
Patuanan Garuda merasa kesakitan dan lari terbang menyelamatkan diri. Pada saat
melarikan diri Kepala Burung yang kena tebas tersebut jatuh di lembah pinggiran
Lobutua, itulah perlawanan pada hari pertama.
Perlawanan pada hari kedua juga dilaksanakan seperti pada
hari pertama, tungku dipasang dan api di nyalakan kembali. Ketika asap mengepul
ke udara Burung Garuda terus datang dan menyerang lebih ganas lagi sehingga
terjadilah perlawanan yang lebih sengit lagi antara kedua belah pihak, namun
naas bagi Garuda, satu lagi kepalasiluman burung tersebut kena tebas dan putus
sehingga jatuh lagi di pinggiran Lobutua sewaktu Garuda tebang lari
menyelamatkan diri.
Begitulah perlawanan sampai pada hari ke enam, setiap
perlawanan pasti naas bagi Garuda dan kepalasiluman nya selalu kena tebas dan
jatuh di pinggiran lembah Lobutua, sehingga kepalanya yang tinggal hanya satu
lagi yakni kepala aslinya yang biasa di pergunakan untuk memakan mangsanya.
Pada hari ketujuh kembali Sutan Bambang Patuanan
berencana melakukan perlawanan dengan sang Garuda untuk mengetahui apakah
Garuda masih hidup. Dia kembali memasang tungku dan menyalakan api untuk
memancing perhatian Burung Garuda agar datang menyerang.
Setelah asap api mengepul ke udara perhatian Garuda
tertujuh kepada sumber asap tersebut, sehingga dia kembali datang menyerang.
Kali ini Garuda semakin ganas menyerang menumpahkan seluruh kekuatannya karena
sudah enam hari menerima ke gagalan dan kesakitan, sehingga perlawanan semakin
lama, semakin sengit dan terjadi hampir satu hari penuh.
Dewa
penyelamat tetap berpihak kepada Sutan Bambang Patuanan dan naas bagi sang
Garuda yang besar akhirnya Kepala asli Garuda tersebut kembali kena tebas dan
putus, mengakibatkan burung tersebut mati menggelepar-gelepar dan jatuh di
sebuah sungai dan kepala Aslinya kembali jatuh di pinggiran lembah Lobutua,
melihat burung Garuda sudah tidak ada lagi, Sutan Bambang Patuanan kembali kedalam
rumah peristirahatannya untuk memulihkan tenaga yang sudah habis terkuras dalam
perlawanannya itu.
Besoknya
pada hari kedelapan Sutan Bambang Patuanan keluar dari tempat peristirahatannya
dan berjalan mengelilingi Lobutua untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi,
akhirnya dia menemukan tujuh kepala Burung Garuda yang jatuh di sekitar
pinggiran lembah Lobutua dan bangkai Burung Garuda tersebut jatuh pada sebuah
sungai.
Bangkai
Burung Garuda yang jatuh di sungai lama kelamaan menjadi membusuk melihat hal
itu Sutan Bambang Patuanan mengucap syukur kepada Dewa dan kembali ke tempat
peristirahatan nya sambil memberitahukan kepada Putri Andam Dewi dan Inang
Pengasuh bahwa mereka sudah aman karena Burung Garuda sudah dikalahkan.
Sutan
Bambang Patuanan akhirnya di nikahkan dengan Putri Andam Dewi oleh Inang
Pengasuh menajdi keluarga yang berbahagia. Sedangkan bangkai Burung yang jatuh
di sungai lama-lama mengeluarkan bau busuk yang mencemari sungai tersebut
akhirnya disebut Aek Busuk karena sungai itu mengeluarkan bau yang busuk sampai
sekarang, sedangkan tujuh kepala Burung Garuda yang jatuh di lembah pinggiran
Lobutua lama kelamaan menjadikan tujuh sumber mata air disekitar Lobutua yang
dibuat menjadi sumur untuk keperluan kehidupan sehari-hari.
Nama
Putri Andam Dewi sekarang di abaikan menjadi salah satu nama Kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Tengah yang di mekarkan di Kecamatan Barus yaitu Kecamatan
ANDAMDEWI.
Diceritakan
Kembali Oleh:
ERFIN
SIHITE
Putri andam dewi menikah dengan sutan bambang patuana, dan sekarang keturunannya bagaimana? Apakah masih ada ceritanya tentang keturunan mereka?
BalasHapusiya pengen tau...siapa tau diriku salah satunya keturunanya
BalasHapusKenapa tuan raja Portugal untuk mengobati Putri Andam Dewi ditolak oleh raja bujang
BalasHapusKenapa ya teman teman tolong jawab
Berapa orang kah istri dri gombang patuan nan? Dan brapa org anak nya?
BalasHapusSebetul nya legenda puti andam dewi panjang. Bukan ini aja..
BalasHapus